“Aroma Karsa” karya Dee Lestari sedang hangat-hangatnya. Pada 16
Maret 2018, novelnya resmi hadir di toko-toko buku. Namun, sehari
sebelumnya, versi digital “Aroma Karsa” yang hadir bersambung di bawah
naungan penerbit digital Bookslife sudah rampung. Saya sendiri adalah
pelanggan versi digitalnya.
Novel ini menceritakan lika-liku pencarian bunga misterius bernama
Puspa Karsa. Di sepanjang perjalanan cerita, berbagai rahasia terungkap
satu persatu seperti potongan puzzle yang membuat sebuah gambar menjadi utuh.
Meskipun pemeran utama “Aroma Karsa” adalah pemuda kharismatik
bernama Jati Wesi, cerita dikendalikan oleh sosok-sosok perempuan. Nah,
perempuan-perempuan inilah yang akan saya bahas.
Janirah Prayagung
“Aku ini pencuri, pencuri yang membagikan faedah bagi orang banyak.”
Seluruh kisah pencarian Puspa Karsa bertolak dari dirinya. Namanya
Janirah. Ia adalah puteri abdi dalem keraton tingkat terendah. Perempuan
pemberani ini mencuri resep-resep kecantikan keraton dan menjualnya
secara bebas.
Di kemudian hari, ambisi dan kerja keras menjadikannya pengusaha yang
sangat kuat dan disegani. Usaha rumahannya berkembang menjadi
perusahaan jamu dan kosmetik terbesar di nusantara: Kemara.
Di antara seluruh curiannya, sari Puspa Karsa adalah yang paling
penting dan berharga. Ia percaya bunga ajaib tersebut punya kekuatan
untuk mengubah dunia. Ia percaya bunga tersebut terkurung dan harus
dibebaskan.
Menjelang ajal, Janirah menitipkan pesan kepada cucu kesayangannya,
Raras Prayagung: Raraslah yang harus mencari dan membebaskan Puspa
Karsa.
Raras Prayagung
“Aku bukan orang sembarang.”
Kemara yang sempat hampir bangkrut di tangan ayah Raras kembali berdiri tegak dalam asuhannya.
Raras mewarisi ketangguhan, kemandirian, kecerdasan, ambisi, dan
keberanian sang nenek. Ia selalu tahu apa yang ia mau, dingin sekaligus
terampil berdiplomasi, dan bertangan besi.
Kisah Puspa Karsa yang ditanamkan sang nenek kepadanya bertumbuh
menjadi obsesi. Bukan Kemara yang menjadi tujuan hidupnya, melainkan
Puspa Karsa. Kemara hanya kendaraan yang memberinya kekayaan, koneksi,
dan kekuasaan. Sumber daya tersebut dikerahkannya untuk mencari Sang
Puspa Karsa.
Raras Prayagung memimpin ekspedisi pencarian Puspa Karsa. Ia
mengucurkan dana, memilih tim ekspedisi, bahkan mampu memaksa seluruh
anggota tim untuk menempuh perjalanan berisiko tersebut.
Raras tidak gentar menentang kemarahan alam, menepis peringatan
kuncen Gunung Lawu, dan tega mengorbankan apapun, termasuk dirinya
sendiri.
Raras Prayagung bukan orang sembarang. Bukan perempuan sembarang.
Empu Smarakandi
“Asmara tidak bisa dipahami, hanya dapat dirasakan akibatnya.”
Desa gaib Dwarapala dipimpin oleh seorang perempuan bernama Empu
Smarakandi. Usianya sudah sepuh dan sosoknya digambarkan sangat
kharismatik. Tuturannya tenang tetapi lugas, gerakannya seperti angin
tetapi penuh keyakinan.
Seluruh desa percaya dan bergantung kepadanya. Empu Smarakandi adalah
penentu setiap keputusan sekaligus pemelihara. Jika Janirah dan Raras
mengendalikan dengan ambisi, tidak demikian dengan Empu Smarakandi.
Keadilan untuk semua makhluk adalah pertimbangan utama langkah-langkah
Empu Smarakandi.
Sebagai siluman pohon Gaharu, ia memiliki kebijaksanaan seperti alam.
Ia tahu kapan harus menumbuhkan dan kapan harus membinasakan. Ia
memperingatkan, tetapi menyerahkan setiap keputusan kepada yang
diperingatkan.
Kutipan Empu mengenai asmara muncul beberapa kali dan mempunyai makna penting sebagai benang merah cerita.
Apa makna pentingnya? Untuk yang ini, saya nggak akan spoiler.
Ambrik
“Ke tanah kami berpulang, ke kahyangan kami melanjutkan kehidupan. Tak ada yang abadi. Sampai bertemu lagi.”
Itulah kalimat yang diucapkan Ambrik dengan kepasrahan dan kekuatan sekaligus.
Ambrik adalah penduduk Desa Dwarapala yang dihinggapi semacam
kutukan. Agar kutukan tersebut tidak membawa bencana yang lebih besar,
ia harus dibunuh dengan upacara Girah Rudira.
Tidak ada kegentaran dalam diri Ambrik ketika harus menghadapi maut.
Ia bahkan menjadi tiang penyangga untuk menegakkan suaminya yang
ragu-ragu.
Belati yang dihujamkan sang suami merenggut nyawanya, tetapi (untuk sementara) menyelamatkan kehidupan yang lebih besar.
Tanaya Suma
“Jangan berhenti.”
Sinom, salah satu Wong Banaspati Dwarapala, berkata kepada Jati,
“Kamu ibarat serangga. Dia bunga. Kamu pikir serangga yang memilih
bunga?”
Tanaya Suma adalah lawan main pahlawan kita, Jati Wesi. Seperti ibu
angkatnya, Raras Prayagung, ia juga bukan perempuan sembarang; sangat
tidak sembarang. Bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena …
hmmm … nggak usah saya bahas, deh, ya, sebaiknya baca sendiri saja di
novelnya supaya nggak spoiler.
Stereotip bahwa bunga pasif menunggu dan kumbang aktif memilih
dijungkirbalikkan dalam cerita ini. Meskipun Suma dan Jati memiliki
modal api asmara yang seimbang, banyak inisiatif dan kendali yang berada
di tangan Suma.
Lepas dari hubungannya dengan Jati, di kemudian hari Suma menjadi
orang utama di perusahaan Kemara. Artinya, ia menjadi generasi perempuan
ketiga yang mengemudikan perusahaan raksasa tersebut.
Puspa Karsa alias Sang Hyang Btari Karsa
Apa kutipan kalimat Sang Hyang Btari Karsa yang harus saya sandangkan
di sini? Tidak ada rasanya. Sebab pada akhirnya ia adalah ruh yang
membuat seluruh cerita ini dapat bergerak, hidup, dan menjalar-jalar.
***
Dalam cerita-cerita mitologi nusantara, bertaburan sosok
perempuan-perempuan dengan kekuatan yang magis dan mengikat. Sebut saja
Nyi Roro Kidul, Drupadi, sampai Puteri Junjung Buih dari Kalimantan yang
konon menyembunyikan Air Asia QZ8501, pesawat yang jatuh pada tahun
2014.
Nyi Roro Kidul adalah pasangan spiritual sultan-sultan di Yogyakarta,
Drupadi adalah perempuan yang lahir dari api dan mempersuami Pandawa
Lima, sementara menurut mitologi rakyat pesisir Kalimantan, seorang raja
pasti lahir dari garis keturunan Puteri Junjung Buih.
Perempuan tidak “dijajah pria sejak dulu” dan kekuatannya bukan
sekadar “sudut kerling”. Ada kuasa dan kehendak yang langsung bertalian
dengan kearifan semesta, sesuatu yang berdiri di antara menumbuhkan dan
membinasakan, poros yang menjaga keseimbangan.
Pada perempuan-perempuan “Aroma Karsa”, saya menemukan
kualitas-kualitas ini. Bisa jadi perempuan adalah “sabda alam” itu
sendiri.
Hmmm… Kalau begitu, apakah betul bahwa “laki-laki berkuasa, perempuan lemah lembut manja” memang ditakdirkan?
Sands Casino - Official Site of The Star Grand Las Vegas
ReplyDeleteThe iconic gaming complex features 인카지노 a fleet 메리트 카지노 주소 of entertainment attractions including the Grand Las Vegas Casino, the Sands Hotel & Casino 샌즈카지노 & Skypod and a