Tulisan ini diminta untuk zine Pasar Seni ITB 2014. Temanya "Aku, Kamu, dan Semesta". Sayangnya Dea belum nerima zine-nya yang katanya dicetak secara fisik, nggak ada online-nya. Kalau ada yang masih punya kelebihan dokumentasinya, Dea mau, ya, please hubungin Dea ke salamatahari.sundea@gmail.com atau towel di twitter @salamatahari :)
==========
Cerita ini
boleh dinikmati sesuka hati, jangan terlalu dibawa susah :)
Di supermarket, kamu dan aku tertidur lelap. Kita
mulai terjaga ketika seseorang memilih kita, menghimpun kita dalam sebuah
keranjang belanjaan, menggelundungkan kita di meja kasir, lantas membawa kita
pulang.
Aku merasa mencapai kesadaran sepenuh saat berdesakan
dengan kamu dalam sebuah kresek besar. Ketika kita tak sengaja saling
berbentur, kamu menimbulkan bunyi “tung”, sementara aku “dop”. Baru kali itu
aku menyadari bunyiku sendiri. Sejak keluar dari pabrik hingga dijajar di rak
supermarket, tak pernah ada yang membuatku merasa perlu memikirkan bunyiku.
Tetapi di dalam kresek besar itu, tiba-tiba saja aku jadi bertanya-tanya
mengenai identitas.
“Hai,” aku memberanikan diri menyapa Tung.
“Hai. Siapa namamu? Aku Hairspray,” dengan ramah Si
Tung yang ternyata Hairspray itu memperkenalkan diri.
“Aku … euh … anu … Karbol,” sahutku. Rasanya aneh.
Sebab aku baru tahu bahwa di muka bumi ini, ada produk habis pakai lain selain
karbol.
“Owh. Karbol. Apa yang biasa kamu lakukan pada
rambut?”
“Ng … rambut? Aku tidak akan melakukan apa-apa pada
rambut …”
“Masa? Kok bisa?”
“Ya … bisa … saja,” aku mulai merasa aneh dengan
pecakapan kami.
“Lalu gunamu apa, dong, Darling?”
“Aku … katanya aku membersihkan lantai. Membuat
lantai mengkilap dan bebas kuman.”
Kita lantas mengobrol ke sana ke mari. Perbedaan dan
persamaan yang kita miliki, membuat kita melihat keluar sekaligus ke dalam diri
kita masing-masing. Kita pun menyadari bahwa kita adalah dua himpunan yang
berbeda namun saling beririsan.
Selanjutnya, sebelum kresek yang melingkupi kita
sampai melandas di atas meja, kamu tahu-tahu diambil oleh ibu-ibu bersasak
tinggi. Aku masih ingin mengucapkan salam perpisahan dan bertanya kapan kita
bisa mengobrol lagi, tapi tidak sempat.
Ketika seluruh isi kresek besar diuraikan di atas
meja, baru kusadari bahwa kita tak hanya berdua. Aku melihat produk-produk lain
yang tak kalah menakjubkan. Ada yang besar, ada yang kecil. Ada yang berwarna-warni,
ada yang pucat. Aku ingin menyapa mereka satu persatu, namun tahu-tahu tangan
berkulit cokelat menyambarku. Ia membawaku ke sebuah lemari dengan aroma
disinfektan, aroma yang kukenal akrab sekali.
“Halo, selamat datang,” sapa botol karbol besar. Sepertinya
ia kuncen lemari. Warna botolnya tak lagi jernih. Merk yang tertera di dadanya juga
mulai terkelupas. Tubuhnya pun berlumuran tetesan karbol yang sudah agak
kering.
Sebelum aku sempat membalas sapaan si botol karbol
besar, tangan cokelat yang membawaku ke depan lemari membuka tutupku, kemudian
menuangkan isiku ke dalam botol karbol besar. Ada sensasi kesadaran yang aneh.
Setelah botolku dikosongkan dan seluruh isinya bergabung dengan sisa karbol
dalam botol karbol besar, konsep “aku”, “kamu”, dan “dia” jadi terasa kacau.
“Jadi … sekarang aku adalah kamu,” kataku pada botol
karbol besar dan isinya yang juga sudah menjadi bagianku.
“Iya. Isimu digabung isi botol karbol besar kini
mejadi kita,” katamu padaku … atau kataku padamu. Entahlah. Aku merasa mulai
gila.
Aku menatap botolku sendiri yang kini telah kosong.
Aku mencoba menjalin komunikasi dengan botolku, namun tidak lagi bisa. Mungkin
karena segala jumlah yang dikalikan dengan kosong akan tetap menjadi kosong.
***
Di dalam lemari berbau disinfektan, seperti saat di
supermarket, lagi-lagi aku tertidur lelap. Aku mulai terjaga ketika pintu
lemari dibuka lagi. Tangan cokelat yang kemarin mencampur kita meraih botol
karbol besar – aku sekaligus kamu – kemudian melarutkan kita ke dalam air. Saat
dituangkan, aku sempat bertatapan dengan botol karbol besar dan mencoba
berkomunikasi dengan bagian diriku yang masih tertinggal di sana. Lagi-lagi aku
merasakan sensasi kesadaran yang aneh.
Aku dan kamu berenang-renang di dalam ember plastik
hitam. Kita menyesuaikan diri dengan air, kemudian menjadi satu dengannya. Aku
merasa cukup tenang dan utuh, sampai selembar kain pel dicelupkan ke dalam
ember. Sebagian diriku terserap oleh kain pel. Ketika aku sedang mulai kembali
mengeja kesadaranku, kain pel diperas. Ada bagian diriku yang kembali ke dalam
ember. Konsep “aku”, “kamu”, dan “dia” kembali menjadi kacau.
Kain pel diusapkan ke lantai putih. Debu dan kuman
berpindah dari lantai ke kain pel, tetapi lantai menjadi bersih dan wangi hutan
cemara. Sebelumnya aku tak pernah tahu kalau aku punya potensi menjadi sewangi
itu.
Meski kain pel semakin dekil dan kita di dalam ember
semakin keruh, lantai yang bersih dan wangi membuatku merasa sangat senang. Tak
pernah kukira “berguna” dan “berarti” memberikan kesenangan yang sebesar itu.
Setelah lantai betul-betul bersih dan wangi, kita
yang sudah keruh dibebaskan berkelana melalui lubang pembuangan di kamar mandi.
Sensasi kesadaran yang aneh membuatku kembali mengantuk. Lagu yang membius
melantun mengiringiku setengah bermimpi
Words are flowing out
Like endless rain into a paper cup
They slither while they pass
They slip away across the universe
Like endless rain into a paper cup
They slither while they pass
They slip away across the universe
…
aku kembali terlelap dan mengalir tanpa perlawanan; menyusup ke lubang-lubang,
terjun ke tempat yang lebih rendah, bercampur dengan zat lain, terpecah di
gorong-gorong. Semesta membawaku entah ke mana lagi. Memisahkan, meleburkan,
menjauhkan, mendekatkan, mengosongkan, mengutuhkan, melenakan, menyadarkan.
Kelak,
aku akan kembali terbangun dalam sensasi-sensasi kesadaran aneh lainnya.
Sundea
Sundea adalah dukun-dukunan
Zodiak Gembira (Zombi) dan penulis yang menulis apa saja sesuai kata hatinya.
Setiap bulan ia rutin mengunggah zine-zine-an online-nya www.salamatahari.com. Kicauan randomnya
dapat diikuti di akun twitter @salamatahari.
*Karbol sendiri adalah istilah yang digunakan oleh Akademi Angkatan Udara. Infonya dapat dilihat di sini.
Comments
Post a Comment