Pengantar pameran Color of the Trap
“Kenapa milih cerita Little Red Riding Hood ?” tanya Dea kepada Sir Dandy
“Surealis aja. Interaksi anak kecil sama serigala.
Hutan. Thriller. Nenek-nenek. Saya juga sempet baca beberapa interpretasi
tentang warna merah hood-nya,” sahut
Sir Dandy.
“Oh, ya? Emang apa?”
###
Di dalam salah
satu dongeng garapan Grimm Brothers tersebut,
seorang gadis kecil bertudung merah pergi menuju rumah neneknya. Tanpa ia
sadari, diam-diam hutan yang ia lintasi menghisapnya masuk ke dalam bahaya. Seekor
serigala mengintainya penuh minat. Serigala berhasil membujuk gadis kecil yang
lugu untuk berlama-lama di dalam hutan, sementara Si Serigala sendiri lebih
dulu berlari mencapai rumah Sang Nenek.
Tak ada
kesempatan untuk berkilah …*
Begitu
tiba, serigala menerkam Sang Nenek. Singkat cerita, gadis kecil yang datang
beberapa saat kemudian lagi-lagi termakan tipu daya serigala. Serigala yang
menyamar menjadi nenek berhasil membujuk gadis kecil bertudung merah untuk
mendekati dirinya kemudian … HAUMMM!
… Sang
Karnivora menerkam Si Imut-imut bulat-bulat.
Untuk
selamanya masa itu menguasaimu …*
Meski
tafsir dongeng bergulir ke mana saja, selama bertahun-tahun serigala dalam kisah Little
Red Riding Hood selalu menyandang
peran antagonis. Gadis kecil bertudung merah sendiri kerap dilihat sebagai
korban, lambang keluguan dan ketidakberdayaan. Di balik judul Little Red Riding Hood pun tersimpan
banyak rahasia. Mengapa gadis kecil itu harus mengenakan tudung? Mengapa
warnanya harus merah? Dan mengapa tudungnya yang merah itu harus ditegaskan
dalam judul dongeng tersebut?
Pikiran
mereka kosong memikul peran*
… karena makna seluruh cerita bebas berkembang di
dalam pikiran kita.
Menurut
interpretasi filsuf Erich Fromm dalam artikelnya “Little-Red-Cap” (1955), merah di tudung gadis kecil melambangkan
akil balig (menstruasi). Gadis kecil bertudung merah sendiri adalah simbol
remaja ting ting yang mulai bersentuh dengan dunia seksualitas (hutan rimba).
Ketika ia hendak berangkat masuk hutan, ibunya menitipkan dua pesan penting,
“Jangan berjalan di luar jalur” dan “Jangan memecahkan botol”. Fromm membaca
kedua pesan ini sebagai peringatan agar si gadis menjaga keperawanannya dan wasapada
akan bahaya yang mungkin timbul karena dorongan seksual.
Tetapi
layaknya remaja ting ting yang sedang bergejolak, gadis bertudung merah tak
sewaspada harapan ibunya. Hutan membuainya. Serigala yang melambangkan
laki-laki dan nafsu birahi berhasil memperdayanya.
“Coba
dengarkan burung bernyanyi dan petik bunga-bunga untuk nenekmu,” rayu serigala
untuk menggeser gadis bertudung merah keluar jalur.
Sebagai
remaja ting ting yang sedang diliputi gejolak emosi dan ingin tahu ini-itu,
gadis bertudung merah mendengarkan kata-kata serigala. Ia pikir tak ada
salahnya berhenti sejenak untuk mendengarkan burung bernyanyi. Ia pun yakin
Sang Nenek akan senang jika ia datang membawa bunga-bunga. Tanpa ia sadari, ia
telah masuk dalam perangkap serigala. Hutan pun menelannya semakin dan semakin
dalam menjauhi pesan Sang Ibu.
Pada
tahun 1975, seorang feminis radikal asal Amerika Serikat, Susan Brownmiller
kembali menyinggung kisah Little Red
Riding Hood dalam bukunya Against Our
Will: Men, Women, and Rape. Menurut interpretasinya, Little Red Riding Hood adalah kisah mengenai pemerkosaan.
Di
dalam pandangan Brownmiller, laki-laki menggunakan seksualitas untuk melanggengkan
dominasinya. Gadis bertudung merah dan Sang Nenek merepresentasikan sosok
perempuan yang tak berdaya, sementara laki-laki digambarkan buas, liar, dan
menakutkan sebagai serigala. Penerkaman adalah metafora dari pemerkosaan. Bukan
hanya secara fisik, tetapi juga secara mental. Untuk menguasai perempuan,
laki-laki membuat mereka selamanya ada di bawah bayang-bayang rasa takut.
Melalui
paparan barusan, jelas terlihat di mana kisah Little Red Riding Hood menempatkan perempuan dan laki-laki dalam
dunia bipolar. Siapa yang jahat, dan siapa yang baik. Siapa yang hitam, dan
siapa yang putih. Siapa pelaku, dan siapa korbannya.
Sakit hatimu
karena aku
Sakit
membekas dalam, jadi bagian sejarah*
###
“Nah. Kalau di Little
Red Riding Hood kan cewek yang jadi korban. Tapi gimana kalau kobannya
ternyata yang cowok?” tanya Sir Dandy
“Hahaha … iya, ya … gimana, ya?” tanggap Dea.
Harusnya sisa
masa kubuat indah menukar sejarah*
Zaman
menggeser konstruksi dan norma-norma. Kita perlu mengeja kembali siapa yang
memerangkap, dan siapa yang terperangkap. Siapa pelaku, dan siapa korbannya.
Meski gadis bertudung merah dan serigala masih menjadi pemeran utama dalam salah
satu serial moralitas dan power,
posisi tukar masing-masing mengalami banyak perubahan. Kita perlu mengungkap
kembali apa yang sesungguhnya tersembunyi di balik tudung merah si gadis. Masih
relevankah tudung itu disebut-sebut sebagai pelindung keperawanannya?
Pada
pameran tunggalnya, “Color of the Trap”,
Sir Dandy menghadirkan kisah gadis bertudung merah dan serigala versi dirinya
sendiri. Ia mengaitkan kedua makhluk itu dengan isu yang populer di masa kini.
Ambil contoh Melinda Dee bertudung merah dan aparat hukum berwujud serigala
dalam “No Dreams Last Night”.
Dominasi pun berpindah tangan. Dalam beberapa karya
antara lain “The Violent Playground” dan
“The 32nd of December”,
serigala hadir semanis anjing kesayangan yang menghamba pada gadis bertudung
merah.
Meski
laki-laki masih dilihat sebagai serigala yang tak lepas dari nafsu (birahi)
seperti dalam karya “According to No Plan”,
sosoknya tak lagi mengerikan. Matanya tidak liar dan nanar tetapi sayu dan
lugu. Sebaliknya, mata perempuan selalu tersembunyi di balik kegelapan (kecuali
dalam “No Dreams Last Night”). Bahasa
tubuh gadis-gadis bertudung merah dalam “Color
of the Trap” pun penuh kesadaran, dramatisasi, dan percaya diri. Bisa jadi di
masa kini merah bukan lagi lambang akil balig, melainkan keyakinan dan
dominasi.
Nafsu birahi laki-laki yang dulu menjadi ancaman,
justru menjadi kelemahan yang dikenali betul oleh perempuan. Si Tudung Merah
memerangkap serigala dalam nafsunya sendiri. Ia menunggangi “rasa lapar”
serigala untuk mencapai apa yang ia inginkan. Gadis bertudung merah memang
sudah “berjalan di luar jalur” dan “memecahkan botol”, namun bukan karena tidak
waspada, melainkan karena ia mengenali apa yang sungguh-sungguh penting bagi dirinya
sendiri. Moralitas ikut mengalami pergeseran makna. Masa membawanya merayap
keluar dari rel untuk kembali menyusun definisi.
Tapi kita
dalam diorama*
Mungkin
karena hidup – termasuk urusan memerangkap dan terperangkap – adalah permainan
yang penuh variasi, rangkaian “Color of
the Trap” Sir Dandy hadir laksana diorama besar yang penuh variasi. Dengan
benang merah gadis bertudung merah dan serigala, karya Sir Dandy tampil dalam
berbagai media. Mulai dari lukisan, sulam benang, cukil kayu, interior,
diorama, mix media, multimedia,
hingga permainan anak-anak yang sangat populer sekitar dua dekade silam: gambar
toong. Apakah kita menemukan sosok yang kita kenal dalam gadis bertudung merah
dan serigala ala “Color of the Trap”?
Atau jangan-jangan serigala atau gadis
bertudung merah itu justru mengingatkan kita pada diri kita sendiri …
Di
dalam diorama, yang nyata dan tak nyata saling menjelaskan seperti peta dan
jalan yang diwakilinya. Jika tidak jeli, kita akan terperangkap di dalamnya.
Harusnya
cerita ini bisa berakhir lebih bahagia*
Tapi
apa itu bahagia? Dan apakah kisah gadis bertudung merah dan serigala mempunyai
akhir?
Sundea
www.salamatahari.com
*dicuplik dari lirik lagu Diorama -Tulus
Comments
Post a Comment