Rumah Cippy berbentuk bebek
raksasa yang terletak persis di atas danau. Dindingnya terbuat dari karet yang
wangi sabun bayi. Jendelanya menghadap persis ke rerumputan. Rumah Cippy adalah
salah satu rumah favorit Dea di SMAXVille. Jika menginap di sana, Dea selalu
suka bangun pagi-pagi, duduk menghadap jendela, sambil mendengarkan gemericik
air danau dan burung-burung. Jika hari sedang cerah, benderang matahari yang
jatuh di atas rumput membuat pagi di SMAXVille semakin menyenangkan. Kupu-kupu
yang cantik warna-warni terbang di sekitar rumput dan cahaya pagi menangkap
pesona mereka.
Pada suatu pagi yang cerah dan
hangat, ketika Dea sedang duduk-duduk santai menghadap jendela rumah Cippy,
Cippy menepuk pundak Dea.
“Kwek, kamu bisa berenang, tidak?
Kita berenang, yuk!” ajaknya tiba-tiba.
“Bisa, dooong … ayo saja,” Dea
tidak menolak.
Maka Dea dan Cippy segera
bersiap-siap. Ketika kedua anak itu berlari-lari keluar rumah, tak sengaja Dea
mendapati ban dan kacamata berenang tergeletak di sebelah rumah Cippy.
“Cippy, itu punya kamu kan ya?”
tanya Dea.
“Kwek, kwek, iya, Iya.”
“Nggak mau kamu pakai?” tanya Dea
lagi.
“Buat apa? Aku kan sudah bisa
berenang sendiri,” sahut Cippy.
“Lalu kacamata dan ban renang itu
mau diapakan? Sayang kalau dibiarkan begitu saja. Masih bagus.”
Tetapi kali itu sepertinya Cippy
tidak mendengar. Ia keburu melompat ke danau.
Akhirnya Dea angkat bahu, memilih
berlari menyusul Cippy.
Cippy dan Dea berenang dengan
riang gembira. Mereka saling menciprat, membiarkan ikan menggelitiki kaki
mereka, dan berlomba menyelam. Ketika
mereka sedang asyik bermain, sebuah bola karet besar timbul-tenggelam melintasi
mereka.
“To … (glagep) … looong … too …”
Cippy dan Dea segera menangkap si
bola karet. Mereka membawa bola karet berenang ke dermaga, dekat rumah Cippy.
Begitu didudukkan di dermaga, bola karet yang masih terengah-engah tampak lega.
“Terima kasih. Aku hampir mati.
Aku tidak bisa berenang,” kata si bola karet.
“Kwek! Biasanya bola karet bisa
berenang. Kenapa kamu tidak?” tanya Cippy keheranan.
“Aku tidak tahu,” sahut bola
karet dengan nada sedih.
“Kamu kurang angin, ya?” tebak
Dea.
“Aku tidak tahu,” sahut bola
karet lagi. “Sejak keluar dari pabrik, aku sudah aneh. Aku tidak bisa membal.
Aku tidak bisa berenang. Aku punya mata, hidung, mulut, dan bisa bernafas.
Pemilik pabrik ketakutan. Aku disangka bola hantu lalu dibuang,” bola karet
mencurahkan perasaannya.
Cippy dan Dea merasa kasihan. Mereka
yakin si bola bukan bola hantu, apalagi yang suka mengganggu. Hanya karena
berbeda, bukan berarti sesuatu menjadi jahat dan menakutkan, bukan?
Bola karet melanjutkan ceritanya,
“Aku menggelinding-gelinding sendiri, kemudian tercebur dan hanyut tak tentu
arah. Akhirnya aku sampai di sini. Semoga kalian tidak takut padaku.”
“Tentu tidak,” sahut Cippy dan
Dea bersamaan.
Bola karet tersenyum. Matanya
yang merah kemasukan air menjadi lebih cerlang.
“Kwek, kami ingin membantumu.
Kira-kira apa yang bisa kami lakukan?” Cippy menawarkan.
Bola karet tampak bingung
sendiri. Ia pun tidak tahu.
“Hei, Cippy, kita ajak saja bola
karet berenang bersama kita,” usul Dea.
“Aku kan tidak bisa berenang,”
tanggap bola karet. Ia pikir Dea sedang meledeknya.
“Itu,” Dea menunjuk ban dan
kacamata renang Cippy yang tergeletak begitu saja.
“Ah, iya. Kwek! Kau bisa pakai
itu. Aku sudah tidak membutuhkannya, itu buat kamu saja,” sambut Cippy.
Maka Cippy dan Dea membantu si
bola karet mengenakan ban dan kacamata renang. Setelah itu, bola karet ikut
berenang bersama Dea dan Cippy. Bola karet merasa senang dan memutuskan untuk
tinggal di SMAXVille selamanya. Di sana tak ada yang takut padanya. Semua
menyayangi si bola karet.
Di SMAXVille, hari-hari selalu menyenangkan.
Di SMAXVille, kebaikan dan kasih sayang tak pernah takut kehabisan ruang :)
*dinyanyikan dengan nada lagu “Kolam Susu” Koes Plus
Comments
Post a Comment