"Junior" adalah majalah indie yang Dea buat bersama teman-teman. Tulisan ini dimuat di "Junior" edisi ke tiga (1993), ketika Dea masih duduk di kelas 5 SD.
FYI, ini cikal bakal Si Adin yang jadi tokoh di Dunia Adin. Ternyata tokoh ini udah "setua" itu ... =D
Maaf kalo logika ceritanya berantakan banget, maklum masih kelas 5 SD ... hehehe ... kecuali tanda bacanya, cerita ini Dea salin ulang tanpa diedit, biar orisinil ;)
=========================================================
"Kalau begitu ayo, deh, kita naik bus!" kata Laila sembari menggandeng Adin.
Setelah naik bus dan berjalan cukup jauh, Adin sampai juga di rumah Laila. Rumah Laila terletak di perkampungan yang kumuh. Mengherankan sekali Laila tahan tinggal di sini.
"Emakku sakit, Din," kata Laila sedih.
"Sakit apa, La?" tanya Adin.
"Tak tahulahh, periksa saja sendiri. Sini kuantar ke kamarnya," Laila mengajak Adin ke kamarnya.
"Emak, ini Adin. Adin, ini emakku," Laila memeprkenalkan.
"Diakah anak yang suka mengganggu kau, Laila?" tanya Emak Laila.
"Bukan, Mak, ia kaya tapi baik."
"Aku enggak kaya, La," kata Adin, "Tampaknya penyakit emakmu parah juga loh," tukas Adin.
"Iya, sih,tapi kami belum punya cukup uang untuk membeli obat," kata Laila lagi.
Sebelum Adin pulang, Laila sempat mengantar Adin berkeliling. Pokoknya keadaan itu betul-betul tidak memadai. Banyak anak yang putus sekolah. Dan Bapak-bapak yang belum memperoleh pekerjaan semenjak becak dihapuskan (soalnya bapak-bapak itu mantan tukang becak) dan bapak-bapak itu tidak tinggi pendidikannya. Kemudian Adin pulang ke rumah.
Hujan sudah reda. Adin membuka gerbang, lalu memijit bel yang terletak di dekat gerbang. Mama keluar. "NAH! Ke mana kamu anak badung?!" tanya mama.
"Pergi ke tempat yang jeleeeek .... sekali," jawab Adin sambil memutar-mutar bola matanya.
"Kalau begitu, ayo masuk! Kita siapkan hukuman yang sama jeleknya dengan tempat yang kamu singgahi!" kata Mama. Mama dan Adin masuk ke dalam rumah.
Adin menceritakan semuanya pada mama. Dia juga bertanya kenapa tidak ada orang peduli pada "tempat jelek" tersebut. Jawab mama, "Sebetulnya pemerintah sudah berusaha menanggulangi masalah ini, tapi kadang biaya kurang memadai."
"Ooo ... jadi gitu,y a?" tanya Adin.
"Eh, Ma, Ma, Adin mau buat komik tentang 'tempat jelek' itu ah, siapa tahu rakyat jadi tergugah hatinya, terus pada nyumbang atau bagaimana deh," kata Adin. Dia berlari ke meja belajar. Dibuatnya komik tentang "Tempat Jelek".
FYI, ini cikal bakal Si Adin yang jadi tokoh di Dunia Adin. Ternyata tokoh ini udah "setua" itu ... =D
Maaf kalo logika ceritanya berantakan banget, maklum masih kelas 5 SD ... hehehe ... kecuali tanda bacanya, cerita ini Dea salin ulang tanpa diedit, biar orisinil ;)
=========================================================
Komik Adin dimuat di majalah tempat papa bekerja setelah papa memohon-mohon pada atasannya. Ternyata komik Adin disukai banyak orang, maka Pak Sutoyo, atasan papa, membuat rubrik yang khusus untuk komik-komik Adin. Gaji papa dinaikkan. Papa memberi Adin persenan sebesar Rp 5000,00 setiap bulannya. Siang itu Adin sedang bingung. Dia belum membuat komik untuk majalah papa. Padahal nanti malam majalah akan diterbitkan. Hari sedang hujan. Gemuruh kilat yang jelek terdengar. Adin membanting pinsilnya. Setelah mengenakan jas hujannya, Adin pergi ke luar. Udara di luar dingin sekali, tapi karena sedang kesal, Adin jadi nekad. Dia berjalan terus sampai di depan toko kue. Dia berhenti di sana.
Adin melihat banyak anak-anak kecil berkerumun membawa payung. Setiap pembeli datang, anak-anak itu berebut memayungi si pembeli. "Ngapain sih anak-anak itu?" pikir Adin. Untuk lebih jelasnya, Adin datang mendekati.
"Hei, kamu sedang apa sih?" tanya Adin pada salah seorang anak di situ.
"Masa kau tidak tahu? Kami sedang cari uang ... ooo ... aku tau kau pasti anak orang kaya yang mau mengganggu kami seperti kemarin, ya kan?" tuduh anak itu. "
Enggak kok, aku nggak kaya. Aku tidak suka meledek. Kata mama aku, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah!" bantah Adin.
"Maaf, deh, aku salah," kata anak perempuan itu. Bajunya lusuh, badannya kotor, rambutnya yang tipis dan merah digerak tak keruan.
"Namamu siapa?" tanya Adin.
"Laila," jawab anak itu sambil membenahi payungnya, "kau?"
"Adin."
"Maaf ya tadi aku langsung menuduh kau, soalnya beberapa hari ini kami sering diolok-olok anak-anak. Eh, sudah dulu, ya, aku musti buru-buru pulang nih!"
"Hai, Laila! Aku ikut, dong!" teriak Adin.
"Lho? Apa Emakmu nggak marah?" tanya Laila. Sejenak ia menghentikan langkahnya.
"Enggak tuh," jawab Adin singkat."Kalau begitu ayo, deh, kita naik bus!" kata Laila sembari menggandeng Adin.
Setelah naik bus dan berjalan cukup jauh, Adin sampai juga di rumah Laila. Rumah Laila terletak di perkampungan yang kumuh. Mengherankan sekali Laila tahan tinggal di sini.
"Emakku sakit, Din," kata Laila sedih.
"Sakit apa, La?" tanya Adin.
"Tak tahulahh, periksa saja sendiri. Sini kuantar ke kamarnya," Laila mengajak Adin ke kamarnya.
"Emak, ini Adin. Adin, ini emakku," Laila memeprkenalkan.
"Diakah anak yang suka mengganggu kau, Laila?" tanya Emak Laila.
"Bukan, Mak, ia kaya tapi baik."
"Aku enggak kaya, La," kata Adin, "Tampaknya penyakit emakmu parah juga loh," tukas Adin.
"Iya, sih,tapi kami belum punya cukup uang untuk membeli obat," kata Laila lagi.
Sebelum Adin pulang, Laila sempat mengantar Adin berkeliling. Pokoknya keadaan itu betul-betul tidak memadai. Banyak anak yang putus sekolah. Dan Bapak-bapak yang belum memperoleh pekerjaan semenjak becak dihapuskan (soalnya bapak-bapak itu mantan tukang becak) dan bapak-bapak itu tidak tinggi pendidikannya. Kemudian Adin pulang ke rumah.
Hujan sudah reda. Adin membuka gerbang, lalu memijit bel yang terletak di dekat gerbang. Mama keluar. "NAH! Ke mana kamu anak badung?!" tanya mama.
"Pergi ke tempat yang jeleeeek .... sekali," jawab Adin sambil memutar-mutar bola matanya.
"Kalau begitu, ayo masuk! Kita siapkan hukuman yang sama jeleknya dengan tempat yang kamu singgahi!" kata Mama. Mama dan Adin masuk ke dalam rumah.
Adin menceritakan semuanya pada mama. Dia juga bertanya kenapa tidak ada orang peduli pada "tempat jelek" tersebut. Jawab mama, "Sebetulnya pemerintah sudah berusaha menanggulangi masalah ini, tapi kadang biaya kurang memadai."
"Ooo ... jadi gitu,y a?" tanya Adin.
"Eh, Ma, Ma, Adin mau buat komik tentang 'tempat jelek' itu ah, siapa tahu rakyat jadi tergugah hatinya, terus pada nyumbang atau bagaimana deh," kata Adin. Dia berlari ke meja belajar. Dibuatnya komik tentang "Tempat Jelek".
Gambar dibuat oleh Seruni. Temen SD dan ilustrator majalah2an kita. Apa kabar, Uni ...?
Ajee gilee.... "Dea.. SD udah nulis ky gini.. hihihiihks., "kalo saya lagi suka2nya berantem sama anak SD sebelah. :)
ReplyDeletesudah lewat bertahun2.. tempat jelek ga berkurang malah makin banyak.. "kalau pun ada yg pindah dari sana 'mesti pindahnya ke RSJ, tmpt penampungan atau kerumah tuhan.
(moga tuhan menganugerahi negeri kita dgn SD gratis dan Berkualitas.)
salam.,
Karena SD Dea tau bakal bonyok kalo ngajak tetangga berantem, jadinya nulis aja .. hehehe ...
ReplyDeleteMakasih, ya, Knife ... =)
Amiiin ... moga2 ada banyak hal yg jadi lebih baik ke depannya.