Manusiakan Mereka !

Dimuat di majalah Vincent edisi ke dua tahun 1996 majalah sekolah SLTP Dea. Di majalah ini, Dea sempat menjadi pemimpin redaksi selama satu tahun.

Liputan ini ditulis keroyokan bersama: Bernardina, Tutut, dan Vinny

======================================================

Pameran seni rupa isntalasi besar "1001 Manusia Tanah" karya Dadang Christanto dibuka pada 1 Maret 1996 lalu oleh Gubernur DKI Jakarta, Surjadi Sudirja. Pameran yang memakan biaya tiga ratus juta rupiah itu mendapat pemberitaan luas. Selain di RCTI dan koran0koran, pameran ini diberitakan juga di majalah Time yang terbit di Amerika Serikat.

Pada pameran ini, Oom Dadang Christanto ditantang untuk membuat sebuah karya yang tidak hanya dapat diterima dan dinikmati oleh seniman, tetapi berbagai kalangan. "Saya begitu antusias untuk mengiyakan tawaran ini. Sebab ini merupakan suatu anugerah. Jarang sekali perusahaan besar mau membiayai sebuah pameran seni rupa instalasi kontemporer perorangan seperti ini. Tetapi di satu sisi saya juga terus menimbang apakah ini akan terwujud. Sebab pameran ini bisa juga menjadi sebuah musibah. Sebab berbagai fasilitas yang memudahkan dapat juga memandulkan idealisme seniman," kata Oom Dadang Christanto.


Pemasangan seribu patung besar manusia yang terbuat dari fiber dalam pameran ini melibatkan empat puluh orang nelayan pantai Marina untuk memancangkan bambu-bambu penunjang patung-patung manusia tanah yang ditanamkan di dasar laut. Patungnya sendiri dibuat oleh sekelompok pematung Pasar Seni Ancol di bawah pengawasan Oom Dadang. Patung-patung ini dicetak seperti mencetak boneka.


Sebetulnya apa, sih, seni instalasi itu? Kata Oom Dadang, seni instalasi adalah karya seni yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan ruang. Dalam seni instalasi, boleh juga digunakan bau, bunyi, gerak, dan lain sebagainya. Tapi, berhubung seni instalasi adalah bahasa baru dalam dunia seni rupa, belum ada sekolah yang khusus mengajarkan instalasi.





Pameran "1001 Manusia Tanah" ini merupakan kelanjutan dari pameran Oom Dadang di Yogya yang berjudul "Kekerasan". Lalu apa hubungan anatara patung-patung yang dipancangkan di laut dengan kekerasan? "Begini. Kekerasan kan tidak selalu harus kekerasan fisik. Diobodoh-bodohi dan difitnah juga merupakan bentuk kekerasan. Demikian juga dihina dan disingkirkan oleh orang lain," jelas Oom Dadang. Dalam karyanya, Oom Dadang menggambarkan nasib orang marjinal (pinggiran-red) yang tergusur oleh pembangunan. Semakin lama semakin ke pinggir sampai tercebur ke dunia "air". Dunia yang berbeda sekali, di mana tak ada lagi tempat untuk berpijak.

Waktu kru Vincent datang ke Pantai Marina, kesan yang didaptkan Dina (salah satu tim peliput di majalah Vincent) adalah bahwa manusia-manusia tanah, meskipun sudah terpinggir sampai ke laut, masih belum mendapatkan kehidupan yang layak. Pantai Marina nampak begitu kotor. Banyak patung manusia tanah yang sudah terapung-apung dan tenggelam setengah badan. Sungguh menyakitkan membayangkan bagaimana manusia-manusia pinggiran diperlakukan begitu tidak manusiawi.

Keseribu patung yang dipancangkan di laut Ancol sebenarnya teridri dari 500 patung laki-laki dan 500 patung perempuan. Sementara manusia tanah yang keseribu satu adalah Oom Dadang sendiri. Apa maksud Oom Dadang mengikutsertakan dirinya sebagai manusia tanah? "Saya ingin berada bersama mereka," jawab Oom Dadang.

Apa ada kaitannya dengan penyelamat yang tiba-tiba muncul dalam opera musikal Ali Sahab? "Saya tidak ingin menjawab begitu," kata Oom Dadang. "Menurut saya itu terlalu menggampangkan masalah. Dari mana tiba-tiba muncul hero yang menyelamatkan seperti itu?"

Meski begitu, Oom Dadang tidak menyalahkan Ali Sahab karena menurut Oom Dadang, sebuah karya seni bila sudah diberikan kepada masyarakat menjadi milik masyarakat, Masyarakat boleh menafsirkan sesuai dengan kehendaknya. Seorang penonton yang ditanyai Oom Dadang setelah melihat "1001 Mnusia Tanah"-nya berpendapat: "Mungkin pada penghakiman terakhir nanti, kita sama-sama telanjang dan tidak punya apa-apa di hadapan Tuhan, ya."

Oom Dadang tidak menceritakan dengan rinci maksud karyanya. Mungkin dia ingin kita berimajinasi sendiri menafsirkan karya itu, ya?

Keseribu manusia tanah ini terbuat dari fiber resin (plastik keras yang dibuat dari poly esther-red) dan dilumuri dengan teracotta (tembikar yang ditumbuk halus dengan cara tradisional-red).

Oom Dadang mengakui sebetulnya akan lebih dramatis bila patung-patung manusia tersebut dibuat dari tanah liat. Sebab tanah liat akan mengalami abrasi, kemudian bersatu dengan laut. Tetapi dengan pertimbangan waktu dan artistik, akhirnya Oom Dadang memutuskan patung-patung manusia tanah itu dibuat dari fiber resin dan teracotta. Desain pertama patung manusia tanah ini dibuat di desa. Oom Dadang mengerjakan patung manusia tanah tersebut siang dan malam. Tingginya sekitar 180 cm. Setelah selesai, dengan semangat Oom Dadang membawa manusia tanah pertama tersebut ke Jakarta dengan kereta api. Tetapi, begitu tiba di Jakarta, patung tersebut pecah. Yaaah ... sayang sekali, ya ...

Eh, kenapa, sih, jumlah patung manusia tanah itu harus seribu? Waktu kru Vincent menanyakan hal itu, Oom Dadang tertawa. "Yang pasti jumlah itu tidak ada hubungannya dengan kode buntut atau angka keramat. Patung manusia tanah dibuat seribu karena tuntutan luas pantai." Dan kenapa pameran ini dibuat di pantai? "Sebab banyak orang datang ke pantai tanpa memandang usia dan status. Jika pameran ini dibuat di galeri misalnya, yang menonton pameran ini bakal lebih sedikit. Sebab kan tidak semua orang tertarik datang ke galeri. Dan menurut saya, pemasangan patung-patung manusia tanah di pantai Marina Binaria ini sangat tepat karena mereka yang tersingkir dapat memandangi kita yang berada di darat. Saya harap keberadaan 'para manusia tanah' yang diam ini mampu mengetuk pintu hati kita bahwa masih banyak manusia yang telah dihilangkan martabatnya. Mudah-mudahan dengan 'protes' diam mereka, kita dapat memberikan kehidupan yang lebih manusiawi bagi mereka." 'Tul! Kami setuju. Dan menurut kami, secara tidak langsung sebetulnya Oom Dadang sudah menyumbangkan tiga ratus juta rupiah bagi para manusia marjinal tersebut. Sebab dengan karyanya, Oom Dadang sudah menceritakan penderitaan para "manusia tanah" kepada orang lain yang diharapkan dapat memanusiakan manusia-manusia tanah itu. Terima kasih, Oom Dadang.

Oom Dadang senang karena pihak Ancol tidak menuntut ini dan ditu. Oom Dadang bebas berkarya bagaimana dan di mana saja asal masih dalam lokasi Taman Impian Jaya Ancol. 

Sebenarnya dalam masyarakat terdapat tiga kelompok besar yaitu:
  1. Kelompok yang mempunyai power untuk menguasai sesamanya
  2. Kelompok yang terpinggir karena dimanfaatkan oleh sesamanya yang berkuasa
  3. Kelompok yang dapat menerima sesamanya dan menganggap derajat semua orang itu sama.

Hal ini dapat menjadi renungan untuk kita. Termasuk kelompok yang manakah kita ini?






Comments