Dimuat di majalah Vincent edisi pertama tahun 1996 majalah sekolah SLTP Dea. Di majalah ini, Dea sempat menjadi pemimpin redaksi selama satu tahun.
============================================================
============================================================
Di awal tahun 1996, Jakarta kembali dilanda banjir. Kampung Melayu, Kebon Baru, dan Jatinegara, dekat sekolah Vincentius, termasuk daerah yang mengalami malapetaka paling berat. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, banjir kali ini meminta korban nyawa. Pada hari Minggu, 7 Januari 1996, 3 orang warga Kampung Melayu tewas "ditelan" banjir. Banjir tahun ini adalah banjir terbesar semenjak 20 tahun terakhir.
Banjir tahun ini membawa kerugian besar bagi para pedagang, misalnya bagi studio foto "Fuji Film" di Kampung Melayu Besar. Bajir sanggup membobol rolling door studio foto tersebut dan menghanyutkan mesin cetak foto yang berharga Rp 700.000,00. Toko Roti Cherry yang terletak tepat di sebelah Fuji Film juga tak luput dari serangan banjir. Isi toko roti tersebut berserakan di mana-mana. Ada juga yang hanyut. "Pasti barang-barang yang hanyut itu nanti dipunguti gelandangan!" kata Ibu Jane, pemilik toko roti Cherry dan studio foto Fuji Film. "Tapi nggak apa-apalah," seloroh Bapak Niko, suami Ibu Jane, tenang.
Pasukan Katak dengan sigap menolong korban. Ayah dan ibu yang putera-puterinya berhasil diselamatkan oleh Pasukan Katak nampak lega dan gembira. Meskipun rumah mereka terndam bajir, tak apalah. Yang penting putera-puteri tercinta tidak ikut ditelan bajir.
Kantor redaksi majalah Tiras juga terendam banjir. Sejumlah komputer rusak "dihajar" banjir. "Kamera saya juga rusak, tidak bisa diselamatkan lagi," ujar Purwadi, salah seorang redaksi majalah Tiras sedih. Untungnya dokumen-dokumen yang terdapat di lantai dua dan tiga berhasil diselamatkan.
Untungnya pada hari Senin, 8 Januari 1996, banjir mulai surut. Tetapi banjir meninggalkan tumpukan sampah di tempat-tempat yang digenanginya. Sebagian menyangkut di pohon-pohon yang waktu bajir terendam air. Hingga hari Kamis, 17 Januari, Jalan di Kebon Baru terpaksa ditutup, Dan hingga Sabtu kemarin, jalan di sana masih agak sulit dilewati karena lumpur yang menutupi jalan masih belum bisa disingkirkan. Mobil antar jemput Vincentius mengalami masalah waktu hendak menjemput seorang murid di Kebon Baru. "Mana mobil saya sudah tua, lagi!" kata Diran, pengemudi mobil jemputan itu.
Betulkah Hadiah Tahun Baru itu Dikirim dari Bogor?
Lagi-lagi Bogorlah yang disalahkan atas musibah banjir di Jakarta. Berhubung Bogor adalah kota yang palingsering diguyur hujan dan sungainya mengalir ke Jakarta pada saat musim hujan seperti ini, Bogor dituduh mengirimkan sebagian airnya yang meluap dari tanggul Bogor ke Jakarta dan sekitarnya.
Tetapi warga Bogor tidak setuju pada istilah "banjir kiriman" dan menyebut Bogor sebagai pengirim banjir. Mereka menganggap banjir yang melanda Jakarta itu terjadi karena ulah warga Jakarta sendiri, terutama warga Jakarta yang memiliki villa di daerah Puncak (tidak semua warga Jakarta memiliki villa di daerah Puncak, lho - red). Selain itu, menurut warga Bogor, pemduduk Jakarta tidak memperhatikan kebersihan lingkungan, mengotori sungai sembarangan. Akibatnya, sungai tersumbat dan airnya meluap. Lalu terjadilah tragedi banjir itu. Nah, bagaimana, tuh?
Yah, kita tidak perlu mencari tahu siapa yang salah. Yang penting sekarang kita harus berusaha menjaga lingkungan kita sebaik mungkin di Jakarta, di puncak, dan juga Bogor. Jangan sampai kota kita terendam banjir lagi. Setuju?
Comments
Post a Comment