=====================================
-Tobucil, Kamis 05 Februari 2009-
Di tengah kemendungan siang, dua pria bertopi pet mampir di Jalan Aceh no.56. Yang satu menggendong gitar, lainnya memeluk perkusi. Saat Tobuciler hendak memberi mereka uang receh, Wiku menahan, “Entar aja, alus nu ieu mah (bagus yang ini, sih) …”
Tobuciler pun tak jadi berdiri. Bersama teman-teman lainnya, Tobuciler menikmati lagu keroncong yang mengalun nyaman,
Semua indah yang dilihatnya
Seakan di taman bunga
Burung dan kumbang senyum riang
Seakan mengetahui di dalam hatinya …
Setelah satu lagu selesai, Tobuciler berdiri lagi, namun kali ini Mas Anwar yang menahan, “Entar, saya mau request lagu …”
Mas Anwar pun me-request salah satu lagu God Bless. Kedua penyanyi keroncong itu bengong sejenak, lalu akhirnya menggeleng karena asing.
Ketika Pak Bambang, ayah Reni, akhirnya memberi uang receh, kedua pengamen itu beranjak pergi. “Mustinya suruh nyanyi lagi aja, tuh,” kata salah satu Bapak di kantor pajak yang diam-diam juga menikmati alunan keroncong para pengamen tersebut. Iya, ya … mereka kan cukup menghibur. Lagipula, pengamen yang disukai biasanya didaulat membawakan lebih dari satu lagu.
Tapi, Teman-teman, persis setelah kedua pengamen itu meninggalkan halaman Aceh 56, langit berangsur cerah. Ranting dan bunga berayun-ayun ditiup angin. Gerisiknya jadi satu dengan burung-burung yang tahu-tahu bercericau raya. Tobuciler terkesiap.
Mungkin kedua pengamen itu adalah penyihir baik hati yang dikirim ke Aceh 56.
Karena “Keroncong Pertemuan” adalah lagu sekaligus mantra, takdir menunjuk mereka membawakan satu lagu itu saja.
Atau mungkin … kedua pengamen itu dua orang baik hati yang sangat disayang Tuhan. Setiap lagu mereka adalah doa yang senantiasa dikabulkan …
Sundea
Comments
Post a Comment